Ini mendorong relokasi industri kendaraan listrik China ke negara dengan tarif lebih rendah seperti Indonesia

Jakarta (ANTARA) - Direktur Riset CORE Akhmad Akbar Susamto menilai ketidakpastian ekonomi global akibat kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump terutama mengenai transisi energi, justru dapat membuka peluang strategis Indonesia untuk menarik relokasi industri kendaraan listrik (electric vehicle/EV).

Berdasarkan riset CORE di Jakarta, Rabu, Akbar menunjukkan bahwa kebijakan Pemerintah AS cukup menghambat perekonomian China, menyusul kebijakan Trump terkait penerapan tarif impor ke Negeri Tirai Bambu yang mencapai 60 persen.

“Ini mendorong relokasi industri kendaraan listrik China ke negara dengan tarif lebih rendah seperti Indonesia,” ujar Akbar.

Hal itu semakin diperkuat dengan Indonesia yang memiliki keunggulan kompetitif melalui posisinya sebagai produsen dan pengolah nikel utama dunia, yang bisa diolah sebagai baterai EV.

“Indonesia memainkan peran utama dalam penambangan dan pemrosesan material nikel yang merupakan material kritis untuk baterai kendaraan listrik,” kata Akbar.

Tantangan lainnya bagi Indonesia dalam produksi baterai EV adalah kendaraan produksi China yang masih menggunakan baterai berbasis lithium daripada nikel.

“Perlu ada strategi khusus dalam jangka panjang dalam membangun ekosistem EV, dan inginnya dominan di (baterai berbasis) nikel dalam waktu ke depan,” ujar dia.

Akbar melanjutkan, meskipun memiliki fondasi kuat di bagian hulu dan tengah rantai nilai, akan tetapi Indonesia masih memerlukan investasi substansial, transfer teknologi, dan pengembangan kapasitas untuk mengatasi kesenjangan di sektor hilir.

Selain itu, strategi ekonomi yang komprehensif juga diperlukan guna memaksimalkan nilai dari sumber daya alam (SDA), menciptakan lapangan kerja bernilai tinggi, dan memposisikan Indonesia sebagai pemain utama dalam ekonomi transisi energi global.

“Beberapa rekomendasi antara lain pemerintah memberikan insentif atau subsidi lebih besar ke kendaraan listrik yang menggunakan baterai nikel, hingga edukasi pasar dan konsumen. Diharapkan teknologi dan ekosistemnya bisa berjalan beriringan,” kata Akbar.

Baca juga: Kemenperin: Disinsentif kendaraan konvensional perlu analisis matang

Baca juga: Kemenperin sempurnakan regulasi guna percepat adopsi EV

Baca juga: Ekonom: RI punya peluang peningkatan ekspor dari proteksionisme Trump

Baca juga: CORE: Penghentian impor empat komoditas harus dilakukan hati-hati

Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2025