Begitu pula monitoring dan evaluasi, serta audit yang berkala. Hal ini juga penting untuk menunjukkan kepada investor dan para pemangku kepentingan terkait komitmen penerapan hilirisasi baja yang berintegritas dan berkelanjutan

Jakarta (ANTARA) - Peneliti Bidang Ekonomi The Indonesian Institute Center for Public Policy Research (TII) Putu Rusta Adijaya mengingatkan hilirisasi baja perlu memperhatikan aspek keberlanjutan, dan dampak lingkungan sejak proses awal.

Karena itu, menurut Putu, dihubungi ANTARA di Jakarta, Selasa, penting bagi pemerintah untuk menerapkan kerangka kebijakan yang transparan dan bertanggung jawab.

“Begitu pula monitoring dan evaluasi, serta audit yang berkala. Hal ini juga penting untuk menunjukkan kepada investor dan para pemangku kepentingan terkait komitmen penerapan hilirisasi baja yang berintegritas dan berkelanjutan,” kata Putu.

Kerangka kebijakan yang transparan dan bertanggung jawab, ujar dia, menjadi salah satu pertimbangan investor untuk menanamkan modalnya ke industri baja domestik. Setiap tahapan hilirisasi baja tentu membutuhkan investasi yang tidak sedikit sehingga peran pendanaan sangat penting untuk menggulirkan program ekonomi bernilai tambah ini.

Selain itu, Indonesia juga harus bersaing dengan negara lain untuk merebut investasi. Di Asia Tenggara saja, Thailand dan Vietnam kerap kali menjadi kompetitor bagi Indonesia dalam menyerap investasi untuk sektor industri.

"Jika kondisi ekonomi dan politik Indonesia tidak stabil, maka investor pun bisa berekspektasi yang terburuk, sehingga tidak jadi investasi ke Indonesia. Hal ini bermuara pada terlambatnya proses hilirisasi,” kata Putu.

Lebih lanjut, kata Putu, tingginya tarif ekspor ke Amerika Serikat, juga perlu menjadi perhatian para pelaku industri dan pemerintah. Terlebih jika Negara Paman Sam itu menjadi sasaran produk hilirisasi baja dari Indonesia.

Baca juga: Industri baja Jepang peringatkan dampak signifikan dari tarif AS

Baca juga: Peneliti TII: Hilirisasi baja jadi upaya pemerintah menaikkan devisa

Baca juga: Kemenperin sebut hilirisasi baja pacu kontribusi IKM bagi perekonomian

Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi, Mineral, dan Batu bara Indonesia (Aspebindo) Anggawira menyampaikan bahwa hilirisasi baja dapat memperkuat kemandirian industri nasional dan mengurangi ketergantungan pada impor.

Salah satu sektor industri yang ia soroti adalah sektor konstruksi. Anggawira memperkirakan dalam membangun sebuah perumahan saja, Indonesia membutuhkan sekitar 30–40 persen baja.

Menurut dia bahwa industri baja berperan penting dalam penyediaan bahan baku konstruksi, terlebih terkait dengan program tiga juta rumah yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto.

Menurut data Kemenperin, sektor baja saat ini menjadi salah satu subsektor industri yang masuk dalam prioritas pengembangan oleh pemerintah.

Kemenperin mencatat, sektor baja yang termasuk dalam industri logam dasar , erus konsisten menunjukkan kinerja yang gemilang. Hal ini terlihat dari pertumbuhannya yang paling tinggi dibanding sektor lain, misalnya pada semester I tahun 2024, pertumbuhan industri ini mencapai angka 18,07 persen secara tahunan.

Pertumbuhan tersebut didorong tingginya permintaan domestik dan luar negeri. Komoditas logam dasar juga mengalami peningkatan volume ekspor yang cukup tinggi dengan mencapai 25,2 persen untuk logam dasar besi dan baja, serta 24,29 persen untuk pengecoran logam.

Baca juga: Aspebindo nilai Krakatau Steel perlu didukung untuk hilirisasi baja

Baca juga: Ketum Aspebindo: Hilirisasi baja perkuat kemandirian industri nasional

Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Indra Arief Pribadi
Copyright © ANTARA 2025