Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyebut hilirisasi baja berkontribusi dalam surplus neraca perdagangan Indonesia, dengan nilai ekspornya mencapai 29,23 miliar dolar AS pada 2024.

"Hilirisasi baja turut meningkatkan nilai ekspor dan surplus neraca perdagangan. Menurut data BPS, total ekspor baja Indonesia (HS 72 dan HS 73) pada 2024 mencapai 29,23 miliar dolar AS dengan volume 22 juta ton," ujar Direktur Ekspor Produk Industri dan Pertambangan Andri Gilang Nugraha Ansari kepada ANTARA di Jakarta, Selasa.

Gilang menjelaskan nilai ekspor ini naik 2,88 persen dibandingkan 2023, sementara volume ekspor meningkat 19,97 persen. Kontribusi ekspor baja terhadap total ekspor Indonesia pada 2024 mencapai 11,04 persen.

Pada 2024, nilai impor baja tercatat sebesar 14,90 miliar dolar AS dengan volume 16,28 juta ton, atau mengalami penurunan 5,30 persen dibandingkan 2023. Dengan demikian, neraca perdagangan baja mencatat surplus sebesar 14,33 miliar dolar AS.

Berdasarkan data Kemendag, jenis produk baja dengan nilai ekspor tertinggi pada 2024, antara lain produk canai lantaian dari baja stainless dengan lebar 600 mm atau lebih dengan ketebalan 3 mm - 4,75 mm (HS 721913), nilai ekspornya mencapai 2,11 miliar dolar AS atau naik 21,53 persen dibanding tahun sebelumnya.

Negara tujuan ekspor terbesar untuk produk tersebut adalah Vietnam (717,30 juta dolar AS), Taiwan (569,86 juta dolar AS), Tiongkok (233,33 juta dolar AS), India (213,78 juta dolar AS) dan Turki (102,97 juta dolar AS).

Baca juga: Hilirisasi baja dorong nilai tambah dan ekonomi berkelanjutan

Selain itu, komoditas baja lain yang juga diminati adalah produk setengah jadi dari baja stainless dengan penampang silang empat persegi panjang dengan nilai ekspor 1,54 miliar dolar AS.

Negara tujuan utama dari produk ini adalah India (785,10 juta dolar AS), Taiwan(394,03 juta dolar AS), Tiongkok (255,56 juta dolar AS), Italia (101,08 juta dolar AS), Korea Selatan (2,95 juta dolar AS).

Produk canai lantaian dari baja stainless dengan lebar600 mm atau lebih dengan ketebalan 4,75 mm - 10 mm (HS 721912), kata Gilang, juga menjadi produk yang diminati negara lain.

Nilai ekspor produk baja tersebut mencapai 1,14 miliar dolar AS atau naik 21,71 persen dari tahun sebelumnya. Negara tujuan ekspornya adalah Taiwan (467,11 juta dolar AS), Vietnam (148,05 juta dolar AS), Tiongkok (120,90 juta dolar AS), India (118,84 juta dolar AS), dan Malaysia (75,52 juta dolar AS).

Baca juga: Kementerian PU: Hilirisasi baja kunci wujudkan Astacita Presiden RI

Gilang menyampaikan pelaku usaha baja diharapkan dapat mengoptimalkan hasil kesepakatan perjanjian perdagangan internasional baik Free Trade Agreemant (FTA) maupun Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) yang dapat mempermudah ekspor produk besi dan baja ke negara-negara tertentu.

Pelaku usaha juga dapat memanfaatkan platform digital marketing dan loka pasar antar perusahaan atau business to business (B2B) untuk memperluas jangkauan pasar ekspor.

Lebih lanjut, melakukan diversifikasi ke pasar ekspor non-tradisional, misalnya kawasan Afrika, Timur Tengah, dan Amerika Selatan, serta memanfaatkan peran perwakilan perdagangan di luar negeri (ITPC dan Atase Perdagangan) untuk membantu pelaksanaan promosi dan perluasan pasar ekspor besi baja di negara terkait.

"Melakukan peralihan ke teknologi produksi yang lebih ramah lingkungan sebagai antisipasi terhadap implementasi CBAM (pungutan yang dikenakan pada barang-barang padat karbon impor)," kata Gilang.

Pewarta: Maria Cicilia Galuh Prayudhia
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2025